Syair Sang Bulan

Benderang di langit malam,
hanya ini yang ku bisa, memikul beban beratmu sang Surya,
sekalipun bantu ku tak banyak bermakna,
paling tidak, hingga kelak Tuhan pertemukan kita..."

"Like the Moon who embrassed that Sun,"

Kamis, 16 Agustus 2012

Sayap dan Abu

Karya Puing Kanaya Mimpiku telah tertelan waktu, ku tanggalkan sayapku di menara api, terbakarlah ia menjadi abu. Mimpiku telah menjadi abu, aku hanya bisa memandangnya, ku taburkan di langit-langit kamar, tiap malam ku tatap dalam hening, dalam tanya, kembalilah menjelma menjadi sayap putih, terbangkanku ke langit mimpi biar ku rengkuh semua ambisi, aku, yang pudar pada keadaan, seolah takut kembali bermimpi, bahkan tulisanku kini pun tak lagi sanggup seperti dulu, terang bak perak, pilu laksana malam. Mimpiku telah menjadi abu, ingin aku berlari mengejarnya hingga tak ia tertiup angin, tapi kenyataan memaksaku berdiam diri. Mungkin, memang aku yang tak bisa memahami nasihat alam, sabar adalah cara, tapi aku lah manusia, yang terpuruk seketika melihat sayap-sayapku terbakar, perlahan dan menjadi abu. Dan aku hanya melihatnya, membiarkan seolah inilah garis waktu, lalu bagaimana dengan mimpiku, bukan ini, bukan menjadi putri, justru aku ingin melewati medan terjal yang curam, sekalipun jika terjatuh musnahlah aku, tapi aku ingin, kembali berdiri memikul sayap mimpiku dan terbang, terbang seperti dulu, menggapai dengan genggaman tangan seolah aku sanggup berteriak, aku bisa mewujudkan mimpi! Lalu apa sekarang? Tak ada, bahkan sekedar bermimpi pun seolah enggan, dan sayup ku dengar, tempatmu di sini, teruslah di sini, ya, di sini dan menjadi batu berlumut kemudian lapuk. Aku ingin mengikuti aliran sungai, aku ingin ke muara, ke laut, ke dasar, sekalipun pecah aku, sekalipun remuk aku, menjadi kepingan pasir, biar! Daripada di sini tanpa mimpi, aku serasa k0song. Ya, mimpiku telah menjadi abu, satu per satu, hingga aku takut bermimpi, takut memulai mimpi, terlalu takut. .just puing.

2 komentar: